Minggu, 24 Februari 2013

HANYA
MANUSIA PURBA
YANG TIDAK MAU MEMAKAI APD (ALAT PELINDUNG DIRI)
WAKTU BEKERJA


Perkembangan sektor industri kini makin pesat sejalan dengan globalisasi dunia.  Keadaan ini tentunya telah mendorong pula penggunaan bahan-bahan, mesin atau peralatan canggih lainnya dalam proses produksi baik jumlah maupun jenisnya dan telah memberi peluang sangat besar terhadap penyerapan serta pemanfaatan tenaga kerja dan tercukupinya kebutuhan masyarakat.
Di lingkungan kerja pasti terdapat faktor-faktor bahaya serta potensi bahaya yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja serta kecelakaan kerja. Untuk itu perlu pengendalian yang sedemikian rupa agar tercipta suatu lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman. Berbagai cara pengendalian dapat dilakukan untuk menanggulangi bahaya-bahaya lingkungan kerja, namun pengendalian secara teknis teknologis pada sumber bahaya itu sendiri dinilai paling efektif dan merupakan alternatif pertama yang dianjurkan. Sedangkan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) merupakan pilihan terakhir
   Dan banyaknya penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja pada industri merupakan masalah yang perlu diperhatikan oleh pihak perusahaan, karena permasalahan tersebut merupkan faktor yang sangat mempengaruhi penurunan produktifitas dan peningkatan pengeluaran biaya untuk pengobatan tenaga kerja serta upah tenaga kerja selama tidak bekerja. Oleh karena itu perlu adanya alat pelindung diri sebagai bentuk upaya untuk meminimalisir dan menghindari terjadinya PAK (Penyakit Akibat Kerja) dan KAK (Kecelakaan Akibat Kerja).
Secara hirarki bahwa pengendalian risiko kecelakaan harus tetap mengupayakan sistem pengendalian yang lebih bersifat permanen. Namun pengalaman sering menunjukkan bahwa, cara-cara pengendalian risiko (seperti eliminasi, substitusi, rekayasa teknik) sulit diimplementasikan di perusahaan-perusahaan. Bila dapat diterapkan hasilnya masih belum atau bahkan tidak memuaskan karena berbagai faktor. Faktor kegagalan yang sering dihadapi terutama menyangkut masalah faktor biaya dan faktor teknis.
Sementara pengendalian yang permanen belum dapat dilaksanakan atau belum efektif mengurangi potensi bahaya, maka alat pelindung diri masih harus tetap dan wajib digunakan. Meskipun alat pelindung diri merupakan alat pengendalian risiko yang paling sederhana, tetapi tidak selalu efektif seperti yang diharapkan. Dan bahkan bila tidak tepat dalam pemilihan dan penggunaannya akan menjadi potensi bahaya bagi pemakainya.
Faktor kegagalan dalam perlindungan tubuh terhadap pemakaian alat pelindung diri antara lain disebabkan karena tidak nyaman bila dipakai, mengganggu atau menyulitkan pergerakan pada waktu bekerja, tidak dapat melihat dan mendengar secara baik, pekerja sering mengalami alergi terhadap alat pelindung diri yang digunakan, dan lain-lain.
Dengan demikian, agar faktor kegagalan dalam pemakaian alat pelindung diri dapat diminimalkan, maka perlu adanya prosedur pemilihan dan penggunaan yang tepat, penegakan perundangan, pengawasan secara terus menerus dan penyadaran akan arti pentingnya penggunaan alat pelindung diri.


RADIASI


Aplikasi teknik nuklir dalam berbagai bidang kegiatan disamping  memberikan manfaat yang sangat besar dapat pula memberikan ancaman bahaya radiasi yang perlu diwaspadai. Setiap pekerja radiasi selalu mempunyai risiko terkena paparan radiasi pengion selama menjalankan tugasnya.Dalam pemanfaatan teknik nuklir, faktor keselamatan manusia harus mendapatkan prioritas utama. Sudah barang tentu pemanfaatannya akan lebih sempurna jika faktor kerugian yang mungkin timbul dapat ditekan serendah mungkin atau dihilangkan sama sekali. Aspek keselamatan radiologis mendapatkan prioritas tinggi dalam kegiatan pemanfaatan teknik nuklir karena pada prinsipnya pemaparan radiasi yang tidak dikehendaki terhadap tubuh manusia dapat memberikan efek negatif terhadap kesehatan.
Efek merugikan itu dapat muncul apabila tubuh manusia mendapatkan paparan radiasi melebihi Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan.Berbagai studi untuk mempelajari jenis-jenis gangguan kesehatan akibat pemaparan radiasi terhadap tubuh manusia telah dilakukan. Komisi Internasional untuk Perlindungan Radiologis (International Commission on Radiological Protection, ICRP) membagi efek radiasi pengion terhadap tubuh manusia menjadi dua, yaitu : efek stokastik (stochastic effect) dan efek deterministic (deterministic effect). Efek stokastik adalah efek yang kemunculannya pada individu tidak bisa dipastikan, tetapi tingkat kebolehjadian munculnya efek tersebut dapat diperkirakan berdasarkan data statistik yang ada.Efek stokastik ini berkaitan dengan penerimaan radiasi dosis rendah dan tidak dikenal adanya dosis ambang. Jadi sekecil apapun dosis radiasi yang diterima tubuh, ada kemungkinan akan menimbulkan kerusakan sel, baik sel somatic maupun genetik. Pemunculan efek stokastik berlangsung lama setelah terjadinya penyinaran dan hanya dialami oleh beberapa individu di antara anggota kelompok yang menerima penyinaran radiasi.Sedang efek deterministic adalah efek yang pasti muncul apabila jaringan tubuh terkena paparan radiasi dengan dosis tertentu bergantiung pada jenis efeknya.
Manusia tidak memiliki indera khusus yang peka terhadap radiasi pengion, sehingga keberadaan radiasi ini tidak dapat diketahui secara langsung. . Sementara radiasi elektromagnetik lainnya, seperti sinar-X dengan rentang energi antara 12 sampai dengan beberapa ratus eV tidak akan dapat dilihat oleh mata manusia. Oleh sebab itu, untuk keperluan mengamati adanya radiasi pengion di sekitarnya, manusia harus mengandalkan sepenuhnya pada kemampuan alat pantau radiasi.Untuk memantau adanya radiasi pengion, manusia memerlukan instrumentasi khusus yang peka terhadap berbagai jenis radiasi.Untuk keperluan tersebut, kini telah banyak diperkenalkan jenis instrumentasi radiasi yang dapat dipakai.Dalam pemanfaatan teknologi nuklir, instrumentasi radiasi ini memegang peranan yang sangat penting, baik untuk keperluan proteksi radiasi maupun dosimetri radiasi.Dalam proteksi radiasi, instrumentasi radiasi dimanfaatkan untuk pemantauan personil pekerja radiasi maupun pemantauan radiasi dan radioaktivitas lingkungan. Para penguasa instalasi nuklir, sesuai dengan segala ketentuan yang berlaku, wajib menyusun program proteksi radiasi sejak proses perencanaan, tahap pembangunan instalasi, dan pada tahap operasi. Program ini dimaksudkan untuk menekan serendah mungkin kemungkinan terjadinya penyinaran radiasi yang tidak dikehendaki pada pekerja maupun masyarakat umum.Oleh sebab itu, perlu adanya penerapan prinsip keselamatan radiasi dalam pengoperasian suatu instalasi nuklir sesuai dengan yang direkomendasikan oleh ICRP.ICRP menekankan tiga azas dalam pemanfaatan teknik nuklir dalam berbagai bidang kegiatan. Ketiga azas tersebut adalah : jastifikasi atau pembenaran, optimisasi proteksi dan pembatasan penerimaan dosis. Azas optimisasi dimaksudkan agar kemungkinan penerimaan dosis radiasi oleh pekerja maupun anggota masyarakat dapat ditekan serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi.Jadi penekanan penerimaan dosis radiasi ini tidak bisa dilakukan hanya mengandalkan pada aspek teknis saja, missal menggunakan peralatan atau teknologi terbaik yang belum tentu layak secara ekonomi. Untuk memenuhi azas optimisasi tadi, telah diperkenalkan tiga falsafah dasar proteksi radiasi, yaitu :  pengaturan waktu ketika berada di tempat radiasi, pengaturan jarak yang aman  terhadap sumber radiasi, dan penggunaan perisai radiasi. Dua falsafah dasar proteksi radiasi yaitu pengaturan waktu dan jarak, merupakan cara yang sangat sederhana untuk menekan penerimaan dosis radiasi selama menjalankan tugas, dan keduanya dapat dilakukan oleh setiap pekerja meski hanya dengan fasilitas proteksi radiasi yang sederhana.

Safety sebearnya sudah ada dalam ajaran dakwah, Rasulullah SAW tidak sekedar berwacana, tetapi juga mempraktekan atau mengamalkannya.Karena itulah, beliau adalah uswatun hasanah, teladan yang terbaik.
Rasulullah mengajarkan kita bagaimana Safety di dunia dan Safety di akherat. Beliau sangat memperhatikan kesehatan Rohaniah maupun Jasmaniah yg sekarang kita kenal dengan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) kalau diindusri.Istilah Jamsostek pun muncul guna mendobrak kesejahteraan pekerja, namun jangan salah...Masternya jamsostek adalah Rasulullah SAW. Salah satu contoh kepada sekelilingnya bahwa, meski hidup miskin dan yatim piatu, seseorang harus menghargai dirinya sendiri dengan cara bekerja, sehingga tidak menjadi tanggungan orang lain. Sodhakoh, mana ada manajer sekarang walau perusahaan bangkrut mau gaji karyawan???
Mari Menjadi Renungan kita....RENUNGKANLAH....